BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, October 28, 2009

sayang betul aku dengan sahabatku ini

Sayang betul aku dengan sahabatku ini. Jangan salah, aku punya banyak sekali teman, banyak teman baik, beberapa teman dekat dan segelintir sahabat. Dan aku sering berucap, “aku sayang teman-temanku!” Tapi dia, ah, entahlah. Dia sahabat terbaikku. Sebuah sebutan superlatif! Persahabatan tidak bisa dinilai dengan angka, tapi dengannya, aku gunakan kata “ter-“.

Dialah yang menggenggam tanganku saat aku linglung dengan sebuah kegagalan yang kualami. Aku limbung saat mendengar berita buruk itu. Waktu itu mataku langsung panas, kepalaku pusing, dan tiba-tiba semua indraku lumpuh. Sayup-sayup aku dengar suaranya, Jangan bersedih, ckp ja,,kte kongsi sama2,,no secret about u and me,kan dah janji…” Dia tahu betapa aku menginginkan hal itu, dia tahu betapa aku merasa ngilu dan seperti berdarah-darah saat itu. Aku masih tertegun. Diam. Terpukul. Dan sepertinya dia memegang tanganku, mencoba memberi sedikit kekuatan padaku. Karena saat itu aku masih harus bertemu beberapa orang, aku belum bisa meratapi kegagalanku. Gara-gara masih ada banyak orang di sekitarku, aku harus menenangkan diri dulu dan bertahan sementara waktu sebelum bisa menangis sejadi-jadinya. Dan betul, begitu hanya tinggal aku dan dia, runtuhlah pertahananku. Dan akhirnya aku bisa berduka. Dia ada untukku.

Kata salah satu temanku, every friendship has their own magic, you can’t explain it” Begitu pula aku dengannya. Mungkin yang paling jelas adalah kenyamanan yang dengan begitu sederhana kurasakan bila bersamanya. Duduk di sebelahnya sudah cukup buatku. Dia adalah obat penenangku dengan jendela terapi yang lebar dan dosis optimal yang mengalir konstan dalam darahku. Satu hal yang kurasakan, aku bisa habis-habisan mengekspose kisahku padanya. Tidak ada keengganan, tidak ada keseganan. Baginya, aku bukan sebuah sandi yang harus dipecahkan. Dia membacaku seperti pawang membaca hujan. Seperti pelaut membaca rasi bintang. Dia tahu aku dan dia tahu kalau aku menyadari hal itu, dia tahu aku merasa nyaman dengan hal itu. Dan makin lama, kami makin fasih dengan kata-kata eksplisit yang kerap kami gunakan untuk menumpahkan bahasa hati. Makin lama, kami makin mahir dengan kediaman yang sebenarnya buah dari kehampaan kami akan kata-kata yang sanggup menjelaskan perasaan kami.

Badai besar pernah menghantam persahabatan ini. Saat itu dia meradang karena aku mengasingkan diri. Saat itu, aku mengasingkan diri karena dia meradang. Entah bagaimana kami sampai ke titik itu. Seolah-olah waktu itu aku melihatnya dari kejauhan, dan bukannya menghampiri aku justru berbalik badan dan pergi. Dia tersakiti tapi aku mati rasa.

Namun kenyataannya, saat kita terpuruk sampai ke dasar, saat itu pula tidak ada arah lain untuk bergerak kecuali untuk kembali naik ke permukaan. Apa yang kupikir adalah ucapan selamat tinggal terakhir untuknya justru memberi nyawa baru untuk persahabatan kami. Sekarang, hari-hari keterpisahan kami itu adalah lembaran lama yang sudah ditutupnya. Belakangan dia mengejutkanku dengan mengatakan bahwa sepenggal lirik lagu sempat menjadi soundtrack episode itu dalam hidupnya.

"Wanting you to be wanting me.
No that ain’t no way to be.
How I feel, read my lips,
because I’m so over..
Moving on, it’s my time,
you never were a friend of mine.
Hurt at first, a little bit,
but now I’m so over.
I’m so over it.."

Dan jujur aku terenyuh. Baru kali itu aku mengerti benar apa yang dia rasakan saat itu. Baru kali itu aku paham kehilangan semacam apa yang dia rasakan. Dan rasanya aku ingin minta maaf lagi dan lagi padanya seperti yang kemarin-kemarin belum cukup. Masa itu menyakitkannya dulu. Masa itu masih menyakitkan buatku sampai sekarang.

Sekarang ini kami lebih memahami satu sama lain. Lebih tenang dalam menghadapi keterbukaan yang kadang kebablasan. Lebih sabar menghadapi kekesalan-kekesalan dan tuntutan-tuntutan yang kadang hanya sekedar pelampiasan keletihan. Lebih kuat menghadapi kenyataan bahwa jarak adalah sebuah kenyataan hidup yang tragis namun kami tidak harus kehilangan satu sama lain karenanya. Lebih siap menjalani kenyataan bahwa dia harus pergi.

Persahabatan ini membuatku merasakan keindahan, dan itu yang kuelu-elukan, kudengung-dengungkan penuh rasa syukur. Kunyanyikan dengan riang. Persahabatan ini. Keindahan ini. Dengan khidmat dia menyimaknya. Sekali waktu menyedihkan memang, saat kerinduan membuat kami mengharu biru. Tapi kami selalu bertemu lagi. Yang kujanjikan padanya sebelum dia pergi adalah bahwa aku membawanya dalam hatiku. Dan waktu aku terpasung di pulau sunyiku, merindu sampai menangis, dia syairkan hal yang sama untukku: dia membawaku dalam hatinya.

- Aku katakan padanya, "Aku tahu kalimat pertama tulisan ini. Seperti dibisikkan malaikat padaku pagi ini. Sayang betul aku pada sahabatku yang satu ini." -

0 comments:

eMaak!!


Bila seronok, aku cari pasanganku
Bila sedih, aku cari....Mak
Bila berjaya, aku ceritakan pada....pasanganku
Bila gagal, aku ceritakan pada....Mak
Bila bahagia, aku peluk erat....pasanganku
Bila berduka, aku peluk erat....Emakku
Bila nak bercuti, aku bawa....pasanganku
Bila sibuk, aku hantar anak ke rumah....Mak
Bila sambut valentine.. Aku bagi hadiah pada pasanganku
Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu"
Selalu.. aku ingat pasanganku
Selalu.. Mak ingat kat aku
Bila-bila... aku akan talipon pasanganku
Entah bila... aku nak talipon Mak
Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah bila... aku nak belikan hadiah untuk Emak
Renungkan:
"Kalau kau sudah habis belajar dan berkerja...
bolehkah kau kirim wang untuk Mak?
Mak bukan nak banyak... lima puluh ringgit sebulan pun cukuplah".

Berderai air mata jika kita mendengarnya........

Tapi kalau Mak sudah tiada..........
MAKKKKK...RINDU MAK.... RINDU SANGAT....



Berapa ramai yang sanggup menyuapkan ibunya....
berapa ramai yang sanggup mencuci muntah ibunya.....
berapa ramai yang sanggup. mengantikan lampin ibunya.....
berapa ramai yang sanggup..... membersihkan najis ibunya.......
berapa ramai yang sanggup....... membuang ulat dan membersihkan luka kudis ibunya....
berapa ramai yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya.....

Dan akhir sekali berapa ramai yang sembahyang JENAZAH ibunya......


"Jika kamu menyayangi ibumu, "forward"kanlah kepada sahabat- sahabat anda.